Artikel yang sedang dibaca: TUGAS SEKOLAH KRISTEN DALAM PENYAMPAIAN PENDIDIKAN KRISTEN

5/13/2010

TUGAS SEKOLAH KRISTEN DALAM PENYAMPAIAN PENDIDIKAN KRISTEN


Dalam relasinya sebagai "rekan sekerja" dengan keluarga dan gereja, sekolah mengemban beberapa tugas yang harus dipikul. Namun, kita harus sadar pula bahwa ada hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh sekolah bagi kepentingan anak didik. Artinya, sekolah mempunyai keterbatasan. Sekolah bukan "segala-galanya" bagi peningkatan kualitas hidup anak didik. Sekolah bukan institusi yang sempurna, serba bisa, atau serba dapat. Sayang sekali, banyak orang (termasuk kalangan gereja) berpandangan bahwa hanya sekolahlah yang bertanggung jawab dalam memperlengkapi anak bagi kehidupannya di masa yang akan datang. Jika sekolah menghadapi masalah atau kurang mampu menghasilkan anak didik berkualitas sesuai keinginan masyarakat, maka masyarakat menjadikan sekolah sebagai kambing hitam. Masyarakat lupa akan fungsi mendasar dari orang tua atau keluarga anak didik.


Sekarang, mari kita kaitkan dengan tugas sekolah Kristen. Meminjam dan mengembangkan beberapa pokok pikiran Arthur F. Holmes dalam bukunya The Idea of Christian College (1975, hal. 105-116), untuk zaman sekarang, sekolah Kristen terpanggil untuk memperlengkapi anak didik dalam segi-segi berikut ini.

  1. Kemampuan untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dalam bentuk talenta, karunia dan profesi. Maka, sekolah Kristen harus giat dalam upaya memperlengkapi anak didiknya dengan keterampilan-keterampilan vocational (kerja). Di tengah-tengah minat masyarakat untuk mengembangkan sekolah umum, sekolah Kristen perlu tampil untuk meningkatkan sekolah-sekolah kejuruan yang berbobot, relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
  2. Wawasan baru bagi peserta didik, berkaitan dengan kemampuannya untuk secara efektif memanfaatkan waktu senggangnya (leisure time) demi kemuliaan Kristus. Untuk itulah, dalam sekolah Kristen perlu disajikan pengajaran humaniora, serta kegiatan-kegiatan ekstra-kurikuler yang mampu menumbuhkan kreativitas.
  3. Pemahaman akan panggilan hidup sebagai warga negara yang bertanggung jawab. Karena itulah, sekolah Kristen tidak melepaskan diri dari pengajaran-pengajaran berwawasan kewarganegaraan.
  4. Dorongan-dorongan guna memungkinkan anak didik menjadi warga gereja yang tangguh, serta memiliki pengetahuan akan identitas dan peranan gereja itu sendiri di dunia ini. Maka, kerjasama yang baik di antara sekolah dengan gereja perlu dibangkitkan.
  5. Wawasan-wawasan yang berguna dalam mendorong anak didik menghadapi tantangan zaman, yang cenderung diwarnai oleh penyimpangan-penyimpangan (alinasi) dan keabnormalan. Sekolah Kristen harus mengajak peserta didik, dan keseluruhan pelaku pendidikan, untuk memahami dinamika perubahan zaman, bersikap kritis terhadap tren yang berkembang di tengah-tengah masyarakat yang majemuk.
  6. Bimbingan bagi anak didik sehingga dapat memiliki pandangan hidup holistik, integratif, yang dapat diandalkan dalam memainkan perannya bagi pembangunan dan pembaharuan (transformasi) masyarakat. Hal ini sesuai dengan falsafah hidup negara kita, Pancasila, yang mengajak orang hidup dan berpikir secara utuh (holistik). Dan memang, dalam terang iman Kristen, Allah-lah Sumber kehidupan; dan dalam perspektif-Nya hidup itu bersifat utuh, tiada pemisahan antara yang "sakral" dengan yang "dunia".
Pokok-pokok pikiran dari pandangan Holmes di atas, jelas begitu relevan dengan cita-cita pendidikan nasional di Tanah Air kita. Sekolah Kristen memang harus memiliki visi dan bergerak atas visi itu untuk membawa anak didik ke dalam kehidupan yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Di samping itu, lewat keseluruhan proses belajar-mengajar, anak didik dibantu untuk memiliki rasa percaya diri, kreatif, inovatif, terampil, dan bertanggung jawab. Maka, sekolah Kristen perlu lebih memberi perhatian bagi pendidikan atau latihan keterampilan kerja. Tepatnya, manusia Indonesia berkualitas yang perlu dikembangkan sekolah itu adalah:

"Manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan." (UUSPN No. 2/1989)